KISAH YANG MUNGKIN BISA MERUBAH MINDSET KITA TENTANG ARTI CINTA

liza mengeluh kepada kekasihnya, setiap kali liza bertanya kepada tunangannya. “Kenapa sih kamu kok bisa cinta aku??” Tunangannya hanya menjawabnya dengan senyuman, bukan sekali atau dua kali, namun puluhan kali liza tetap mendapat jawaban yang sama...

Suatu sore liza tengah duduk sambil bercerita ala para wanita bersama teman temannya. Fina,Angel, dan Aqila. liza iri terhadap teman-temannya, mereka selalu punya alasan mengapa tunangannya mereka memiliki alasan setiap kali ditanya, “kenapa kamu cinta aku?”

Fina suka bilang, suka sama dia karena Fina orangnya cantik. Sedangkan Angel, dia cinta Angel karena Angel anaknya BAIK, ASIK, dan tentu saja cantik, kemudian Aqila, Aqila bilang, “ suka sama aku gara2 denger aku jadi vokalis band di kampus, katanya sih suaraku bagus dan unik, dia selalu bilang.. “bersyukurnya aku, Istri BAIK, CANTIK, PINTER NYANYI LAGI…”

Sedangkan lizaa - lagi dan lagi tidak punya jawaban, karena tunangannya tidak pernah mengatakannya. liza kecewa... “Berarti tunangannya tidak mencintaiku lagi” !!! liza mengambil garis besar dari apa yang di alaminya. Mereka semua punya alasan, sedangkan kamu enggak pernah punya… .. kekasihnya hanya diam.. dia seperti ingin mengatakan sesuatu kepada liza, tapi liza tidak memberinya kesempatan.liza melangkah penuh rasa kesal.

Suatu hari liza pergi keluar kota bersama teman2nya. Jalanan penuh dengan kabut tebal, hujan turun sangat lebat dan liza kehilangan control motornya... motornya terjun bebas kedalam jurang.

Gelap...
sunyi...
hilang...

liza tersadar dalam keadan yang berbeda, wajahnya penuh luka gores yang dalam, bekasnya membuat liza menjerit sejadi jadinya. Tapi lagi lagi liza tidak bisa menjerit seperti biasa, lidahnya kelu… dokter masih kesulitan mengobati saraf lidah miliknya. Ada sesuatu yang salah pada lidah liza... ia tidak bisa menggunakannya untuk berbicara..

Belum habis kesedihannya, saat akan melangkah liza kesakitan karena kedua kakinya digips. Ia mengalami patah tulang parah akibat tergencet motornya. Beruntung orang tuanya tidak mengijinkan dokter untuk mengamputasi kedua kaki liza. liza benar2 terpukul.

Di tempat pemulihan, liza yang tengah duduk diatas kursi roda, memandangi hijaunya lembah yang bergurat hebat 4 bulan sudah liza berada disana. Namun liza belum merasakan perkembangan yang menggembirakan. Kakinya masih saja lumpuh, lidahnya masih belum mampu berrkata sepatah-pun. Sedangkan wajahnya, hingga hari itu, liza enggan melihat cermin…

Suatu pagi , seorang pemuda datang, ia menghampiri liza di tempatnya biasa duduk. Karena liza belum bisa berbicara, maka ia hanya menulis ucapannya pada selembar kertas.

“Kenapa kamu kesini??
“Aku kesini pengen ketemu kamu liz..”
“Kemana aja kamu selama ini?? kamu malu ya punya mantan calon istri yang Cacat??
Pemuda itu tersenyum.. “aku enggak malu liz
“Kenapa kamu punya fikiran buat ketemu aku lagi, bukannya dulu aku udah marahin kamu, apalagi sekarang aku Cacat, aku Buruk dan sudah enggak bisa apa-apa lagi... aku udah enggak berarti...” liza  menangis…
Pemuda itu memandang lekat wajah liza.
“Kamu tau za, dulu , aku enggak bisa menjawab ketika kamu selalu bertanya, mengapa aku mencintai kamu. Kalau dulu kukatakan aku mencintai kamu karena kamu pandai bernyanyi, tentu setelah keadaan kamu seperti sekarang, tidak ada alasan lagi bagiku mencintai kamu, kalau kukatan aku mencintaimu karena kamu pandai manari, masih adakah cintaku setelah kakimu tidak dapat digerakkan lagi, setidaknya sekarang??? Dan kalau kukatakan karena wajahmu yang cantik dan menarik, tentu cintaku hilang setelah wajahmu cacat dan jelek.
“Jadi.. Dari dulu sampai sekarang hingga Nanti. Aku mencintaimu tanpa Alasan.. “aku mencintai apa adanya kamu”

liza menangis ..terharu

Cinta adalah Memberi...memberi...dan memberi. Cinta yang murni tidak pernah meminta, tidak pernah menuntut, ia hadir tanpa pamrih, ia penuh dengan keiklasan.
Dengan cinta hidup terasa manis. Indah dan sempurna. Ingat tidak saat masih pacaran. Pacar jerawatan dibilang sebersih embun, badan pacar gendut dibilang seksi dan menawan dan banyak lagi pembenaran lainnya. Tapi banyak diantaranya setelah menikah, semua itu seperti lenyap, kenapa?? “Karena kita memiliki alasan….”

AKU MENCINTAIMU KARENA AKU TAK MEMPUNYAI SATUPUN ALASAN..
BEGITU JUGA AKU.. AKU TAK MEMILIKI SATUPUN ALASAN UNTUK MENINGGALKANMU..
JANGAN BERI AKU ALASAN UNTUK MENCINTAIMU… KARENA KELAK AKU AKAN MENINGGALKANMU DENGAN ALASAN ITU…

BELAJAR TENTANG SABAR DARI BUNGA SEPATU

Pada suatu masa, di sebuah desa, seorang ibu sedang menunggu kedatangannya puterinya yang bekerja. Ibu itu adalah seorang wanita yang telah kehilangan suaminya sakit bertahun-tahun yang lalu. Pendapatan keluarga hanya didapat dari anak perempuannya yang bekerja di kota dan pulang setiap akhir pekan. Sekalipun puterinya bekerja, kehidupan ekonomi mereka tak kunjung membaik.

Saat malam akan menjelang, puterinya tiba di rumah dengan wajah yang sangat lelah dan tampak gusar. Melihat wajah yang tidak biasa itu, sang ibu menanyakan kepada puterinya.

"Anakku, ada apa? Mengapa wajahmu tampak sedih dan gusar?" tanya si ibu.

Anak perempuan itu menghela napas panjang lalu mengatakan, "Ibu, aku lelah sekali. Aku tidak habis pikir mengapa hidupku sangat malang. Aku selalu bekerja keras, selalu menunjukkan apa yang aku bisa, aku bahkan selalu mengorbankan banyak hal untuk pekerjaanku. Tetapi tidak ada yang memuji pekerjaanku, mereka bahkan sering mengejek dan mengatakan aku tidak akan bisa mencapai hasil terbaik dalam pekerjaanku," dua tetes air mata mengalir di pipi anak perempuan itu.

Sang ibu mengusap rambut anak perempuannya dengan sayang. "Anakku, jangan pernah mengharap orang lain untuk selalu memuji apa yang sedang engkau kerjakan,"

"Maksud ibu?" tanya sang anak tak mengerti.

"Coba kau lihat bunga sepatu yang tumbuh di halaman belakang rumah kita. Dulu, saat kau masih kecil, tidak ada yang menanam pohon bunga sepatu di sana, dia tiba-tiba tumbuh dan semua orang membiarkannya tumbuh tanpa memberi pupuk atau menyiram." ujar si ibu.

Anak perempuannya hanya mendengarkan.

"Tidak ada yang peduli pada bunga sepatu itu, hingga pada masa dia berbunga, semua orang akan mengagumi betapa indah kelopak-kelopaknya. Bahkan tidak sedikit yang berebut untuk memetiknya," lanjut si ibu sambil tersenyum. "Anakku, orang lain mungkin tidak peduli dengan apa yang kamu kerjakan sekarang, tetapi jangan menyerah dan selalu berikan yang terbaik, seperti yang dilakukan bunga sepatu. Dia selalu bersabar dan memberikan yang terbaik sekalipun orang-orang tidak peduli padanya."

Anak perempuan itu langsung memeluk ibunya sambil menangis karena telah merasa keliru dan menyesal telah menangisi kesabaran dan kerja keras yang sudah dia lakukan. "Aku berjanji akan memberikan yang terbaik," ujarnya.

Sahabat, sekalipun banyak hal yang menjadi penghalang dalam pencapaian usaha kita, kita tidak boleh menyerah begitu saja. Selalu berikan yang terbaik, maka suatu saat, akan banyak orang yang melihat betapa indah hasil kerja keras kita, seperti kelopak bunga sepatu yang cantik. Kelopak yang mekar sekalipun tidak ada yang peduli dengannya.

Senyummu Membuatku Jatuh Cinta

Namaku Nida, waktu aku pertama masuk SMP aku masuk ke kelas 7a, hmmm… hari pertama aku sekolah di sekolah baruku, aku asik bercanda tawa sama teman baruku. Hari kedua aku bantuin temanku ngeabsen aku cuman lihat siapa yang disebut namanya dia angkat tangan soalnya kan belum tau semua orangnya yang mana kan masih baru dan masih beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Temenku menyebutkan nama Husni… aku pun sehentak melihat ke arah mana yang angkat tangan, ternyata dia tak jauh dari bangku ku dia tersenyum padaku, aneh saat melihat senyum itu aku jadi deg-degan tak karuan. Aku tak tau rasa apa itu… aku menghiraukannya dan langsung memperhatikan pelajaran.
Kring… Kring… Kring suara bel istirahat pun berbunyi, aku menyimpan buku catatan dan alat tulisku ke dalam tas dan mengajak teman yang baru aku kenal pas di MOS (masa orientasi siswa) ke kantin.
“Indri… kita ke kantin yukkkk!..”
“yukkk…” sambil membereskan bukunya ke dalam tas
Kita berjalan menuju ke kantin. Pas sampai di kantin aku lihat Husni. Kenapa aku terus memperhatikannya dan anehnya kalau aku ngelewatin dia rasa itu muncul lagi.
Sesampainya di kelas aku gabung sama sekumpulan temanku yaitu Indah, Siti, Dian, dan kita ngobrol bareng.
Suatu hari wali kelas kita menyuruh kita untuk membuat Organigram dan jadwal piket. Aku, Ami, Siti pun langsung mengumpulkan uang dari semua siswa di kelas kita. Setelah itu kita membeli barang yang akan dibutuhkan untuk membuat organigram dan jadwal piket. mengerjakannya di rumah Ami.
“Nid cowok yang kamu sukai di kelas itu siapa sih?”
“Aku tau pasti husni kan!”
‘kenapa dia tau apa aku harus bilang, mungkin dia gak comel kali ya orangnya’ pikirku di dalam hati
“Ehhhh… kok bengong bener kan!”
“sebenarnyaaa…iya sih”
“tuh kan bener”
Aku pikir mungkin dia gak comel kali, langsung aja aku melanjutkan untuk menghias jadwal piket.
Keesokan harinya saat pelajaran berlangsung temen-temenku ribut membicarakan kalau aku suka sama Husni ukhhh… aku pikir Siti itu gak comel, tau-taunya bukan sama temen-temen aku aja dia bilang, tapi dia juga bilang sama Husni juga. Aku gak nyangka dia secomel itu. Dan yang lebih parahnya lagi, dia bikin surat tapi nama pengirimnya itu jadi aku padahal kan Siti yang nulis surat itu bukan aku. Di surat itu ditulis satu kalimat I LOVE U itu juga aku tau dari Siti. Aku sangat malu rahasia ku terbongkar semua.
Beberapa hari setelah itu teman-teman Husni termasuk juga husni pada pindah, aku pikir gara-gara aku dia mau pindah, ternyata enggak katanya sih jauh dari rumah.
Hari demi hari ku lalui tanpa senyumannya. Pada suatu hari dia mengirim surat kepada ku lewat kakak kelas, ku pikir dia menghiraukannya tapi ternyata dia juga suka kepadaku dan kita pun jadian. Memang kita jarang ketemu, mungkin karena kita gak sama sekolahnya.
Agak lama aku pacaran dengannya, tiba-tiba temanku memperlihatkan status di media sosialnya Husni dia tulis dua orang yang dia sukai, aku gak nyangka dia menduakan cintanya, ku putuskan untuk putus dengannya meski berat tapi aku harus putuskan dia.

Separuh Dari Satu Yang Utuh

Langit malam yang tadinya hitam kelam, kini memerah, yang sepertinya menandakan pertukaran malam menjadi pagi. Langkah jarum jam seakan terdengar begitu keras pada malam menjelang pagi itu. Yang kemudian mengusik dan mengganggu ku. Seperti ingin memberi tahu kalau,
“sebentar lagi langkahku akan berhenti pada angka 4, tapi kenapa matamu masih menatap langit yang memiliki 3 kotak vertikal dan 4 kotak horizontal yang di sekitarnya tak ada hal yang sepertinya begitu menarik untuk dilihat. Tak ada bulan atau bintang di langit itu, hanya seekor laba-laba tua dengan sarangnya yang tampak begitu tebal. Bukan hal menarik yang mungkin bisa membuatmu terjaga hingga pagi. Hahahaha…”
Aku seperti merasa mendengar semua ocehan dan cemoohan mereka, lalu aku seakan berargumen dengan mereka,
“apa pedulimu jam dinding?, mengapa kau tidak diam saja dan melakukan tugas mu untuk menjalankan waktu agar tetap berputar. Dan kau laba-laba tua, kenapa kau terus memandangiku dengan matamu yang banyak itu, kenapa kau tidak mengurus urusan mu sendiri, atau mungkin kau lebih baik mengganti sarangmu yang sudah tampak lusuh”
Lalu dengan lantang sepertinya laba-laba itu berkata padaku
“memang kamu itu siapa untuk aku perhatikan, jangan salahkan mataku yang lebih dari satu, bukan berarti aku selalu memperhatikanmu, aku punya banyak hal untuk aku lakukan dari sekedar memperhatikan mu. Atau lebih baik dari sekedar memikirkan seorang wanita di luar sana yang mungkin tidak sedang memikirkanmu, atau bahkan sedang tertawa senang entah dengan siapa”
Sindirannya begitu tajam menusukku. Cemoohannya begitu membodohkanku. Lalu dengan nada yang tak mau kalah, aku kembali bersuara pada mereka.
“memangnya kalian yang hanya binatang dan benda mati tahu apa tentang hati, tahu apa tentang cinta. Ini bukan hal yang mudah!”
“jika kamu sadar kalau ini bukan hal yang mudah, kenapa tidak menjadi egois saja dan biarkan cinta itu berakhir di tengah jalan, atau kebingungan di persimpangan”
“kalian memang tidak akan pernah tahu. Jika saja cinta itu mudah, panglima tian feng mungkin tak harus reinkarnasi hingga ribuan kali untuk menemukan sejatinya. Mungkin romeo juga tak harus mati karena meminum racunnya, seperti halnya jack dawson yang terkubur di dasar atlantis demi menjaga hangatnya. Atau mungkin Davey Jones yang harus mencabut jantungnya sendiri dan menempatkannya dalam peti untuk janji abadinya”
Kemudian tak ada lagi suara yang terdengar untuk beberapa saat hingga akhirnya suara musik yang begitu keras mengejutkanku.
“katakan pada mama, cinta bukan hanya harta dan tahta dan pastikan pada semua, hanya cinta yang sejukkan dunia”.
Suara itu terdengar seperti lagu yang sering ku dengar. Tapi dari mana datangnya?, suaranya begitu keras, sepertinya begitu dekat. Aku membuka pintu, berlari ke jalan mencari suara itu. Tapi tak ada suara apapun di luar. Lalu aku kembali masuk ke dalam, dan lagi suara itu masih keras terdengar. Entah gila atau sinting, tapi aku melihat dewa bernyanyi di kamarku. Mereka hanya sebuah poster di balik pintu.
“aku sudah gila…” . bicaraku pada diri sendiri.
“kamu belum gila kawan, dan kamu gak perlu takut. Cinta tak begitu sulit, juga tak harus selalu tentang materi”
Suaranya terdengar besar dan berat, dan aku tahu kalau itu suaranya ahmad dhani yang berbicara kepadaku.
“tapi itu kan lagu dari album yang lama, apa kau tahu kalau keturunan siti nur baya yang sekarang jauh berbeda dari moyangnya, mereka tak lagi mencintai hasan basri, mereka lebih cinta pada yang pasti. Yang pasti mapan, yang pasti tampan. Dan tak bisa dibohongi, bahkan seorang penyanyi yang bernyanyi hanya dengan 3 kata untuk keseluruhan lagunya juga tau, kalau cinta juga perlu materi, dan sudah pasti, tanpa perlu survey lagi, kalau 11 dari 10 wanita pasti setuju akan hal itu. aku seperti merasa apa yang terasa, ketika rasa yang telah lama dikecap kini kian memudar, seperti hambar. Menunggu yang sudah pasti berlalu atau menanti yang tak kunjung pasti”.
Lalu botol-botol yang tadinya penuh kini menjadi kosong setelah ku tenggak, seperti ingin ikut bercerita.
“sudahlah. Non sense itu semua. Buat apa kamu merasakan yang sudah pudar dan hambar. Kamu tidak perlu menanti yang tidak pasti, mari ikut denganku, kita nikmati malam ini”
“lalu apa sebenarnya yang ada?, ketika yang dinanti bukanlah pasti, yang terasa hanya asa yang tak ter-asah, ternyata mimpi yang tak pernah mampir dan bayang yang tak lagi datang.
Lalu apa yang sebenarnya ada?, yang tersisa hanya kiasan pada kertas-kertas lusuh tak ber-tuan, yang bercerita pada bayang dan mimpi yang sedang menanti hal yang tak pasti”.
Botol-botol itu juga tak mampu menjawab tanyaku. Hah, lagi, ku hembuskan nafas bersamaan dengan asap yang keluar melalui mulut dan hidungku.
“ada apa denganmu?”
Suara yang kembali membuatku berpikir kalau aku mungkin sudah gila.
“aku disini, di atasmu”
Ternyata asap yang ku hembuskan tadi berkumpul dan mengepul membentuk subuah tanda tanya. Dengan mengabaikan semua pemikiran tentang aku yang mungkin sudah mulai gila, aku bercerita padanya.
“cinta, kemana dia bawa pergi hatiku?, aku hanya berharap dia tidak terlalu jauh, yang akhirnya membuatnya jenuh, dan kemudian meninggalkan hatiku sendiri, tak tersentuh”.
“memangnya cintamu ada dimana?
“aku juga tidak tahu. Aku hanya tahu tentang perbedaan yang akhirnya membuat kami jauh”
“banyak rasa yang sebenarnya sama jika saja kalian manusia mau sedikit merasa. Dengan tidak hanya melihat warna kulit dan harum buahnya. Sama seperti perbedaan yang kalian miliki, yang jika terlihat, sungguh begitu beragam. Tapi jika saja kalian mau merasa, ternyata banyak rasa yang sama, bahkan ketika kalian sedang menelan perbedaan”
“itu dia yang membuat aku tidak mengerti. Aku seperti dihadapkan pada sebuah rangkaian puzzle raksasa bermotif hati yang telah tersusun dan kemudian dibongkar, mungkin sudah puluhan kali dilakukan. Hingga pada satu saat yang mungkin kesekian ratus kalinya, aku merasa sepertinya ada bagian yang bukan pada tempatnya, atau bisa jadi hilang.
Meski tak lelah terus mencari dan mencoba menempatkannya kembali, tapi tetap saja kelihatannya lain, tak seperti yang biasa dilakukan hingga ratusan kali. Hingga pada satu titik dimana kamu merasa sepertinya ini sudah cukup, mungkin hanya bosan dengan ini, ingin sesuatu yang lain. Dan akhinya membiarkan puzzle itu menjadi susunan yang bingung dan tak berujung”.
“mungkin memang harus seperti itu kawan. Mungkin memang harus ditinggalkan dan biarkan menjadi rangkaian susunan yang tak berujung”
“tapi kenapa harus seperti ini?, apa yang salah?,siapa yang harus disalahkan?”
“tak ada yang salah dan harus disalahkan. Ini sama seperti bunga yang ingin mekar, mengizinkan kumbang dan angin menghisap dan menebar putiknya, untuk menjadi sempurna pada waktunya. Lalu siapa yang nantinya harus disalahkan jika bunga gugur sebelum berkembang?. apa kumbang yang berlebih menghisap sarinya?, atau angin yang terlalu jauh menebarnya?. coba jawab tanya itu”
Otakku seperti memberi perintah pada mulutku untuk menjawab tanya itu, tapi sepertinya aku tak mampu. Lalu tanyaku kembali pada kepulan asap yang keluar dari mulutku.
“hal apa yang mampu membuat kita begitu bersedih?. apa saat kita melihat malaikat yang tak bisa terbang karena sayapnya yang patah, apa cinta yang gugur sebelum berkembang. Atau ketika malaikat pantas untuk mati, haruskah kita menangis untuknya”.
“bersedih dan menangislah saat kau tahu tak ada lagi cinta dihatimu. Bahkan jika itu hanya cinta untuk membenci. Lalu, masih adakah cinta di hatimu?”
“aku tak lagi tahu. Hanya berharap pada waktu, memohon untuk tidak segera berlalu, dan memutar kembali yang lalu, di saat yang sama aku berkata janji pada bunga untuk tidak membiarkannya gugur sebelum berkembang, dan melarang angin untuk bertiup terlalu kencang agar tak membuat sarinya terbang menghilang, dan sempurna saat berkembang.
Mungkin benar apa yang dikatakan jam dinding tadi kepadaku, kenapa aku tidak menjadi egois saja, menjadi angkuh dalam ringkihnya cintaku yang sepertinya masih haus akan pelukan dan sanjungan. Tapi sekuat tenaga akan ku coba menepis semua lirik lagu yang dia mainkan untukku. Aku akan melangkah sombong di antara pengemis-pengemis hati yang lapar akan kasih, sementara aku sedang membohongi diri sendiri bahwa aku masih mencari cinta yang ingin memberi”
ketika aku begitu senang membicarakan tentang ego ku. Tiba-tiba aku dibentak, sangat menghentak karena ego yang coba memanipulasi pikiranku, untuk menjadikan ini sebagai kemenanganku sendiri. Dengan keterpaksaan kebahagiaan yang dengan segala cara coba untuk dipalsukan agar semua terlihat seakan abadi.
Yang ternyata bentakan itu adalah suaraku sendiri, tapi tidak dari mulutku.
“hey. Ada apa denganmu yang merupakan wujud nyata dari aku. Kenapa kau biarkan ego meracuniku, aku hampir sekarat dalam tubuhmu karena ego yang kau biarkan menyerangku. Ada apa denganmu, dulu kita tak seperti ini!”
“hey kamu yang merupakan wujud tidak nyata dari aku. kali ini beri aku maaf yang lebih besar dari tempat cintaku bersandar. Salahkan aku akan segalanya. Beri aku makian akan kemunafikan tentang semua hal yang begitu ku inginkan. Lalu biarkan aku pergi, tersudut dan terdampar. Karena aku bahkan tak pantas memungut cinta yang terpapar. meski harus menggerutu dan menggigit lidahku, semua tak akan kembali seperti dulu. Dan jika pagi nanti cintaku kembali kesini, tolong sampaikan maafku akan seribu rasa yang hambar di tambah seribu warna yang pudar dan seribu janji yang ingkar. Tapi sampaikan juga padanya, bahwa hati yang dibawanya, akan abadi untuk cinta”
Setelah 3 jam pertengkarannya dengan semua benda mati yang dijadikannya hidup, kini pagi pun kembali bersama cinta dan separuh hatinya yang sudah mati. Cinta pun menangis dengan menggenggam separuh hati yang akan abadi.

Gadis Fatamorgana

Wanita bergaya khas metropolis itu selalu datang setiap malam. Ia cantik, dan memang selalu berpenampilan menarik. Berbagai macam warna gaun, sepatu atau tas, bahkan perhiasan telah dipakainya setiap malam. Ia tak terlihat bahagia atau muram, tak ada yang berubah di setiap malam.
Seperti biasa dia duduk di kursi emper pinggir jalan. Selalu lamunannya datang tentang masa silam. Saat sedia memandang langit berbintang, kini berubah kian tentang sebuah masa yang telah terlewat, sebuah gejolak alur dari kehidupan lampau…
Dinda terkapar. Pagi ini ia hanya meratapi sisa tangis semalam. Suara tangis dan jerit dari wanita itu membuatnya kalut. Sebagai seorang labil ia sangat malu dan sedih. Sebagai seorang labil ia sangat marah.
“Dinda.. buka Nak, ayo sekolah ini sudah siang” seorang mengetuk pintu dari luar.
“Aku gak mau sekolah!”
“Ayo buka Nak..” Ia membujuk Dinda.
“Dinda lebih baik mati dari pada sekolah!”
“Buka dulu pintunya Nak, Mama bisa jelaskan..”
“Gak usah, aku gak mau lihat Mama lagi!!” Dinda menyeludupkan kepalanya di bawah bantal.
Di rumuskannya berbagai kejadian memalukan yang membuatnya tidak lagi bersedih, melainkan telah membuat klimaks kemarahan di ubun-ubunnya. Dia sebenarnya ingin bergeming, tapi saat ia bergeming rasa malu yang menjadi amarah meruntuhkan tekadnya. Dinda memang masih labil, dan wajar rasanya jika ia berperasaan demikian.
Kini ia sudah tak tahan lagi! Mendengar cemoohan teman-teman sekolah atau tetangga sekitar rumah membuatnya mati berdiri.
Dinda masih tak percaya saat kejadian semalam yang meruntuhkan pendiriannya. Ia melihat dengan mata kepala sendiri, ibu yang sangat dibanggakannya tengah dirangkul sang hidung belang kaya untuk masuk penginapan.
Kala itu Dinda tersergap. Wajahnya pasi tanpa kedipan. Apa selama ini ia telah dibodohi oleh ibunya sendiri? Apa selama ini ia yang terlalu naïf? Ternyata dalam kasus seorang gadis remaja yang labil ini cemoohan tetangga lah yang menang. Dinda harus menelan kenyataan, bahwa ibunya memang wanita j*lang. Sia-sia sudah selama ini ia membela dan tidak membenarkan sesuatu yang memang demikian kenyataannya. Jangankan sekolah, berjumpa matahari pun rasanya Dinda tak sanggup, malu sekali! Apa lagi yang akan dikatakan teman-temannya, tetangganya? Apa lagi yang akan dibelanya? Dinda rasa sudah tak ada!
“Dinda..!” Ibunya mengetuk lagi.
Kali ini ia bersedia membuka pintu kamar. Tapi tak sempat ibunya berucap, ia sudah berlari pergi..
“Dinda ingin mati!!” teriaknya sambil berlari.
Sebagai naluri ibu ia mengejar Dinda. Wanita paruh baya ini sangat mencintai gadis tersebut lebih dari apapun, lebih dari dirinya sendiri. Walaupun ia harus terpaksa menjual kehormatannya demi kehidupan Dinda, puteri semata wayangnya. Dia berfikir, apa sih yang bisa dikerjakan di dalam kota besar oleh seorang wanita yang mulai tua, tak berpendidikan dan tak memiliki keahlian.. ia hanya seorang janda yang hidup berdua dengan putrinya di tengah kebutuhan hidup yang menggunung. Apa lagi yang bisa dikerjakannya agar dapat memenuhi itu semua..
Tapi kini Dinda terlanjur dan terlalu kecewa untuk mengerti semua hal itu. Yang bisa dilakukannya kini hanya berlari dan menangis, yang di fikirkannya kini hanya rasa malu dan ingin mati!
Dia sampai di sebuah tempat yang selalu dikunjungi khalayak ramai. Ia sangat sendiri dan kesepian di keramaian. Dinda ingin mengadu, ingin bersandar, ingin teriak dan luapkan.. naas tak ada tempat atau seorang pun yang dapat menjadi pelampiasnya. Dinda semakin hancur, ia membulatkan hati untuk menghentikan rasa malu ini.
Melihat kendaraan panjang besar yang melaju secepat kilat akan segera lewat, Dinda berlari menghampiri, menunggu kereta itu menghantam tubuhnya. Rasanya mati lebih asyik, atau mungkin tak pernah hidup yang lebih baik.
“Dinda..! awas Nak..”
Naluri ibu bertindak lagi. Dengan cepat wanita itu berlari ke arah Dinda dan hulu kereta..
GLLKK..
Dia terlentang. Sesaat lalu adalah nafas terakhirnya. Di tengah ramainya insan yang mengerumuni, seorang gadis yang ingin mati pecah tangisnya lagi..
Wanita yang rela mengorbankan apapun untuknya itu kini telah tiada. Terlempar sejauh 15 meter membuatnya meregang nyawa, tubuhnya penuh luka berlimpah darah.. wanita itu benar-benar sudah tiada..
Tiid.. Tiid..!
Klakson mobil sporty memecah fatamorgana, menyeretnya keluar dari lamunan yang takkan terlupa.
“Dinda sayang.. Ayo..”
Wanita cantik itu terperanjak dari duduk, mendekat pada jalanan lalulintas kota, masuk dan duduk ke kursi sebelah pria bergaya maskulin yang memegang stir kemudi.
Lalu mereka pergi..

PENANTIAN ITU TERASA SAKIT

MALAM kembali menyapaku, menyapa aku yang lagi-lagi disini merasakan jemariku saling berkejaran. Ini rutinitasku, yah setidaknya aku lebih mempercayai benda mati tak bernyawa ini untuk menyimpan rahasia kecil yang aku tak ingin orang lain mengetahuinya. Oh iya, kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Jadul ya pantunnya? Ya emang sih, hey tapi hal itu benar kok, hehe. Jadi aku mau kenalan sama kalian.

Aku zizi, yah lebih tepatnya Zifanna Ayu Kartika. Aku yang tergolongkan sebagai anak yang mendapatkan fasilitas yang lebih dari cukup. Aku yang mendapatkan orangtua super konglomerat. Dan aku yang… merindukan kasih sayang yang lebih dari mereka, yah orangtuaku. Sekilas, aku terlihat seperti anak yang sangat ceria. Kalau ditanya seputar prestasi, aku termasuk yang berada di atas rata-rata dan aku juga mewakili sekolah ku dalam lomba karya ilmiah nasional, kalau menyangkut soal fisikku, sssttt rahasia kita ya. Kata orang-orang sih aku cantik, baik ramah supel dan mudah bergaul yah mungkin karena itu sekolah merekomendasikanku ke ajang abang-none Jakarta. Memang sih, aku menang dan menyandang predikat none Jakarta. siapa coba yang gak kenal zizi? Si pintar berparas putih. Tapi, kesempurnaan yang aku genggam itu malah membuatku merasakan tekanan batin. Hey, lihat! Hanya karena aku terkenal dan teman-temanku datang hanya disaat aku bahagia. Mereka tak pernah ada disaat aku butuh, mereka seperti angin topan yang datang tiba-tiba dan kemudian pergi hilang tak tersisa.