KISAH INI TERLALU NYATA

Hari itu aku benar-benar frustasi, tidak ada lagi hasrat untuk hidup yang melekat di dalam jiwa, hari-hari bagaikan jurang yang curam, seperti mendung yang tak akan pernah memperlihatkan cahaya mantahari. Rasanya mengakhiri hidup merupakan jalan satu-satunya yang terbaik.
Perlahan aku melangkahkan kakiku, aku tidak perduli dengan teriakkan orang-orang. Aku juga tidak bodoh kalau lampu jalan masih berwarna merah. Aku hanya tidak perduli, mungkin dengan jiwa ini tertabarak oleh kendaraan yang berlalu-lalang ragaku dapat bertemu Tiara di alam sana dan berakhir pula penderitaanku. Tiba-tiba seseorang melontarkan tubuhnya ke arahku sehingga tubuhku terjatuh ke tepi jalan.
“Hei…!!! Lo mau mati ya?” teriknya
Aku mencoba bangkit dan menantap mata orang itu, perlahan ku pusatkan pandanganku yang sedikit kabur.
Tuhan… Mimpikah ini?
“Mata itu…”
Mata itu mirip dengan mata Tiara, apakah Tuhan mengirim kembali Tiara kepadaku.
“Mata? Ada apa dengan mata gue?” tanyanya sedikit heran.
Aku hanya terdiam, aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat saat ini.
“Eh… Kok bengong aja? Lo gak apa-apa kan?” tanyanya yang terlihat khawatir.
“Tia… Tiara…” ucapku terbata.
“Tiara, siapa tuh… Gue Amanda, bukan…”
“Siapapun kamu aku gak perduli, makasih udah kembali.” ucapku memutus perkataannya.
“Aneh lo.” ucapnya lalu berlalu.
Kali ini aku tidak akan kehilangan Tiara untuk yang kedua kalinya, aku memantapkan hatiku untuk selalu bersama dan berada di sampingnya. Aku berlari dan berhasil meraih tangannya.
“Eh, apa-apaan sih lo!” ucap dia.
Aku tersentak, Tiara tidak pernah berkata kasar kepadaku, Tiara tidak pernah menatapku seperti itu. Dia bukan Tiara.. Tetapi mata itu…
Perlahan kulepaskan genggaman tangnanku, aku berjalan mundur dan mata itu, tetap menatapku tajam. Tuhan ini membingungkan.
Beberapa hari ini aku mulai menghilangkan fikiran untuk mengakhiri hidup, saat ini yang aku fikirkan, bagaimana caranya aku dapat bertemu lagi dengan Tiara. Karena aku merasa Tiara masih hidup.
Sore itu dengan kaos oblong dan jeans hitam kesayangan, aku berjalan-jalan menghirup udara segar di dekat taman komplek. Aku hanya ingin menenangkan fikiran dari bayang-bayang Tiara.
Tiba-tiba kaki ini berhenti melangkah, mata ini tertuju pada sesosok yang berada di sana. Mata yang jernih dan indah, mata yang mirip sekali dangan mata punya Tiara.
Yah… Gadis itu yang memiliki mata sama dengan mata Tiara. Aku mendekatinya dan duduk di depannya. Ia meletakkan kepalanya di atas meja, pandangannya kosong. “Apa yang sedang ia pikirkan?” tanyaku pada diriku sendiri.
“Amanda…” sapaku terdengar canggung.
“Astaga… siapa lo? bikin kaget aja.” Ucapnya yang terlihat kaget.
“Gak inget gue?” ucapku balik tanya.
“Emmm…” gumamnya ngengerutkan kening sambil berfikir.
“Oh… Cowok gila yang mau coba bunuh diri itu kan?” ucapnya lagi terlihat lega, seperti menemukan ingatan yang telah ia lupakan.
“Gue Dion.” ucapku mengulurkan tangan.
“Bodo’. Gue gak mau kenalan ama orang aneh kaya lo.” ucapnya cuek.
Itulah Amanda, cuek tapi lebih berkesan manis. Sejak pertemuan saat itu dan sudah sebulan ini aku selalu mengikuti Amanda, yah… Lebih tepatnya seperti penguntit. Kemanapun ia pergi aku akan berada di sampingnya, aku tahu dia tidak pernah menganggapku ada, tetapi aku tidak perduli.
Hari ini, tepat hari ulang tahun Tiara, aku ingin memberikan sebuah kejutan untuk Tiara yang saat ini berada dalam tubuh Amanda. Malam ini aku mengundangnya untuk datang ke sebuah taman dekat komplek yang menjadi tempat tongkrongan ku dengan Amanda. Hari ini aku mempersiapkan segala sesuatu sendiri. Kugantungkan lampion-lampion kecil menghiasi pohon. Dan kutaburkan butiran-butiran kelopak bunga mawar di sekitar tempat duduk di bawah pohon. Beberapa makanan dan minuman telah berada di atas meja. Sepertinya persipan ini telah sempurna. Tiba-tiba sesosok gadis cantik memasuki area taman, gaun merah muda yang membuatnya terlihat cantik membuat mataku tak ingin berpaling darinya. Ia tersenyum dan mendekat.
“Wahhh… Keren banget.” ucapnya langsung duduk di bangku yang telah ku siapkan.
Aku menghidupakn lilin-lilin yang berada di atas kue tart dan aku mulai menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
Aku bahagia meliahat Amanda tersenyum, sepertinya apa yang aku berikan hari ini benar-benar berhasil. Tetapi di akhir lagu (… happy brithday, Tiara.) betapa terkejutnya aku saat melihat perubahan raut wajah Amanda yang menjadi amarah. Amanda bangkit dari tempat duduknya, ia berlari meninggalkan ku. Aku terperanjat dan terkejut, apa yang terjadi? Kenapa Amanda beralari dan pergi. Dan sebelum itu ia meneteskan airmatanya. Pikiranku kacau, nafasku sesak. Aku memutuskan mencari Amanda.
“Ngapain lo kesini?” suaranya terdengar parau, dan mata itu masih meneteskan air mata.
“Tiara…” ucapku.
Hanya kata itu yang dapat aku ucapkan. Hatiku sakit melihat airmatanya.
“Lo… Jahat banget sih lo.” ucapnya marah.
“Gue itu bukan Tiara, gue Amanda. Harus berapa kali gue kasih tau ke elo, kalo gue bukan Tiara. Gue gak kenal siapa Tiara, dan gue gak peduli siapa dia.” ucapnya semakin marah dan airmata itu semakin berlinangan.
“Tia…” ucapku, aku tidak tahu kenapa aku selalu mengucapkan kata itu.. pikiranku hanya tertuju pada mata Amanda, mata itu mengeluarkan air mata, dan air mata itu keluar karena ia kecawa dengan ku. Tuhan… Rasanya aku ingin menghapus air mata itu dan mengubahnya menjadi tatapan kebahagiaan.
“Cukup… Gue benci lo, jangan pernah samain gue dengan Tiara. Tiara itu udah mati.” teriaknya lalu pergi.
Kata-kata yang baru saja terlontar dari mulut Amanda bagai petir yang menyambar, bagai bom jiwa yang tiba-tiba meledak. Tubuhku bergetar, perasaan ini semakin berkeping-keping terkena sambaran petir dan letusan bom itu. “Tidak, Tiara belum mati… Tiara belum mati…”
Aku menutup novel itu, novel yang mengingatkan ku dengan pria yang pernah mempir dalam alur kehidupanku dan pria yang pernah berada dalam hatiku. Sudah satu tahun sejak kejadian itu aku memutuskan untuk pergi meninggalkan kota itu, kota yang penuh dengan tempat-tempat kenangan. Dan sudah dua bulan juga aku membeli novel ini, novel yang berkisahkan masa lalu ku dengannya dan selama itu aku juga masih belum bisa membaca sampai akhir novel ini. Aku takut membaca akhir dari novel ini, tanganku terus bergetar saat membuka lembar dari lembar novel ini, aku takut dengan semuanya, aku takut akankah aku dapat menata perasaan ku saat aku mengetahui ending dari novel ini. Tidak ada alasan lain aku hanya takut.
“Halo… gimana dokter sudah ketemu?” tanyaku yang sangat penasaran.
Hari ini setelah aku membaca separuh dari bagian novel karangan Dion aku memutuskan untuk menelfon dokter yang pernah menanganai transparansi mataku satu tahun yang lalu.
Aku penasaran, siapa sebenarnya pemilik mata yang saat ini melekat di tubuhku.
Betepa terkejutnya aku, saat mendengar ucapan dokter itu.
“Jadi.. Mata ini punya Tiara.” ucapku terkejut dan menjatuhkan handpone yang berada di tanganku. Jadi mata ini benar-benar milik Tiara, gadis yang pernah menjadi kekasih Dion.
Aku putuskan membuka lagi lembaran kertas novel ini dan mulai membacanya.
Kejadian itu membuatku sadar. Kalau Amanda bukanlah Tiara. Dan Amanda benar, Tiara sudah meninggal dan dia gak akan kembali lagi. Dan aku juga sadar selama ini aku melihat Amanda sebagai bayang-bayang Tiara. Tetapi meskipun begitu entah kenapa persaan ini begitu sakit saat mendengar nama Amanda, dahulu hanya nama Tiara yang membuat perasaan ku sakit tapi kali ini berbeda. Mungkinkah aku benar-benar telah mengubah isi hatiku, mungkinkah saat ini yang berada di hatiku Amanda bukan Tiara.
Hari ini aku pergi ke rumah sakit dimana dulu Tiara di rawat. Dan ternya benar aku memperoleh sebuah informasi yang meyakinkan dugaanku sebelumnya. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya Tiara mendonorkan matanya pada seorang gadis. Dan gadis itu Amanda.
Entah kenapa saat mendengar kenyataan itu hatiku merasa semakin sakit, sepanjang perjalanan hanya bayangan Amanda yang bermunculan di kepalaku. Saat Amanda tersenyum, tertawa, dan marah. Semua seperti terputar kembali, seperti sebuah film yang sangat ingin aku lihat.
Hari ini aku terbangun dari tidurku, kepaluku pusing mata ini pun berkunang-kunang. Tetapi pikiran dan ingatan ini masih teringat pada sesosok gadis yang saat ini benar-benar telah mengisi hatiku. Amanda, seandainya ada kesempatan aku ingin bertemu lagi dengan mu. Aku ingin mengatakan semuanya. Aku ingin mengatakan kalau aku benar-benar sayang sama kamu.
“Operasi.. Amerika…Tumor otak.” Kata-kata itu yang saat ini benar-benar menguras pikiranku. Entah kenapa aku tidak ingin menghilangkan tumor ini dari kepalaku, jika tumor ini aku hilangkan maka ingatan ini pun akan hilang, dan Amanda juga akan hilang. Aku tidak ingin menghapus Amanda dari ingatanku, aku tidak ingin menghilangkan semua kenanganku yang pernah bersamanya. Aku masih ingin melihat senyumnya, tawanya dan amarahnya. Aku juga tidak ingin jika mata ini benar-benar tertutup untuk selama-lamanya.
Semakin hari rasa sakit ini semakin tidak dapat aku tahan, kapala ini rasanya akan pecah. Tuhan… Kuatkan aku. Biarkan aku bertemu dengan Amanda lagi. Aku mohon Tuhan…
Karena aku sadar mungkin waktu tidak akan bertahan denganku lebih lama lagi maka aku putuskan untuk mencari Amanda dan menghubunginya.
Selama tiga bulan ini aku telah berusaha mencari dan menghubungi Amanda tetapi hasilnya, sema sekali zero.. benar-benar nihil. Amanda benar-benar tidak meninggalkan jajak sedikitpun. Aku tidak dapat menemukannya.
Mungkin ini akhir dari kisahku dengan Amanda. Aku akan pergi ke Amerika dan aku berhenti mencarinya, karena tidak ada setetes kekuatan untukku mencarinya lagi. Tubuhku benar-benar telah lemah, aku hanya menunggu Amanda yang mencari ku. Dan aku berharap itu benar-benar terjadi. Mungkin Amanda akan benar-benar terhapus dari ingatanku tetapi perasaan ini dan hati ini akan terus untukmu dan kamu akan selamanya berada di hatiku.
Sampai kapan pun aku akan menunggu kedatanganmu.
End
Setetes air mata menetes membasahi novel ini, ternyata selama ini yang menderita bukan aku saja, dia juga terluka. Tuhan aku juga mencintai dia, biarkan aku bertemu denganya. Tuhan aku mohon…
Aku beranjak dari tempat dudukku, aku berlari menuju mobil yang terparki di pinggir taman. Aku memacu kendaraanku menuju alamat yang tertera di dalam novel ini, alamat yang mungkin akan mempertemukanku dengan Dion.
“Da… Amanda…” ucap seseorang lembut.
Perlahan kubuka mataku, dan betapa terkejutnya aku melihat seluruh keluargaku berkumpul di hadapanku.
“Aku di mana?” tanyaku heran.
“Di rumah sakit sayang.” jawab mamaku.
“Rumah sakit?” tanyaku semakin heran
“Iya, dua minggu yang lalu kamu kecelakaan.” kali ini yang menjawab papa.
Aku bingung dengan semua ini. Kecelakaan? Terakhir kali yang aku ingat aku pergi mengunjungi makam Dion, karena sebelumnya orangtua Dion berkata kalau Dion menghembuskan nafas terakhirnya saat menjalankan operasi di Amerika. Saat ini perasaanku kacau, aku ingin bertemu Dion. Tidak mungkin ia pergi meninggalkan ku. Tidak mungkin ia pergi sebelum melihatku. Tuhan… Ada apa ini?
Aku meneteskan airmata, perasaanku sakit. Kepalaku juga pusing seluruh sendi-sendi tubuhku kaku.
“Sayang ada apa?” tanya mama mendekapku hangat.
“Dion mana ma…?” tanyaku yang terdengar parau.
“Dion? Siapa Dion?” tanya mama juga heran.
“Dion ma, Dion.” ucapku sedikit memaksa.
“Di sini gak ada yang namanya Dion.” ucap papa yang juga terlihat heran.
Menyaksikan semua ini membuatku semakin heran. Aku hanya bisa menangis di pelukan mama.
Pada kenyataanya aku tidak pernah benar-benar bertemu dengan Dion.
Perasaan ini benar-benar tidak nyata, tetapi anehnya sebagian hatiku masih berisi cinta Dion. Meskipun Dion tidak pernah singgah di kehidupan nyataku dan meskipun faktanya Dion dan Tiara merupakan sepasang kekasih yang meninggal saat mobilnya bertabrakan dengan mobilku serta mata yang melekat di tubuhku benar-benar mata Tiara dan novel itu juga benar-benar ada, semua isi dari novel itu juga sama seperti yang ada di dalam mimpiku saat masih terbaring di rumah sakit. Dion yang mencintaiku, Dion yang menungguku dan Dion yang selamanya menyimpanku di hatinya.
Entah semua itu apa? Aku juga bingung dengan semua ini. semunyannya terlalu nyata. Tetapi yang pasti aku akan tetap menyimpan Dion di hatiku seperti Dion menyimpanku di hatinya. Dan kini giliran aku yang menunggu Dion mencariku, aku hanya bisa berharap Dion yang aku temui di mimpi itu benar-benar nyata dan sedang mencariku.
Dion… Terimakasih karena telah mampir dalam mimpiku, terimakasih karena telah memberiku cinta yang tulus, dan terimakasih karena telah membuatku menunggu seseorang sepertimu yang benar-benar nyata.

AKU RINDU SAHABAT

Hari ini adalah hari minggu, seperti biasa pagi yang begitu cerah ini aku dan Dimas selalu bermain bersama hingga menjelang sore hari. Dimas adalah sahabat sejatiku semasa aku kecil, aku rasa dia telah menemaniku di masa aku duduk di bangku Sekolah Dasar. Pagi itu kira kira jam setengah 6, Dimas sudah membangunkanku dari tidur lelapku. Meskipun aku merasa jengkel kepadanya, tapi tak apalah lagipula aku juga sudah terlanjur bangun. Ia mengajaku bersepeda keliling kompleks perumahanku. Karena ban sepedaku sudah bocor sejak kemarin, Dimas pun memboncengku menggunakan sepedanya. Saat kami merasa lelah, kami pun berhenti sejenak untuk membeli minum. Karena saat itu aku lupa tidak membawa uang, akhirnya ia yang membayar minumanku. Setelah itu kami pun pulang.
Keesokan harinya tidak lupa aku pergi ke sekolah, kebetulan waktu itu aku satu Sekolah Dasar dengan Dimas, aku anak A dia anak C. Pagi itu cuaca mendung dan akhirnya pun hujan. Seperti biasa kalau cuaca sedang hujan aku selalu berangkat bersama Dimas dengan mobilnya. Di dalam mobil hanya ada aku, Dimas dan sopir yang selalu mengantarkannya kemana saja. Saat pulang sekolah aku bersyukur karena hujan sudah reda dan matahari kembali bersinar. Jadi aku tidak pulang dengan Dimas lagi.
Sore hari Dimas mengajaku ke toko buku untuk menemaninya, kali ini dia tidak diantar sopirnya, tapi ia naik sepeda. Karena kebetulan sepedaku bannya sudah tidak bocor lagi, aku pun ke toko buku dengan sepedaku sendiri. Setelah sampai tujuan, kami pun masuk ke dalam toko buku. Untung saja saat itu Dimas mengajakku ke toko buku, jadi aku bisa sekalian membeli komik kesukaanku. Aku pikir Dimas membeli buku pelajaran, ternyata dia juga membeli komik. Ini sebuah kebetulan juga, aku suka komik “Shinchan” dimas pun juga sangat suka komik itu. Setelah kejadian di toko buku itu, kini kami sering bertukar komik untuk dibaca.
Kebetulan bulan depan adalah hari ulang tahunnya, tepatnya bulan Desember. Aku bingung mau mengadonya apa, tapi sepintas dalam pikiranku aku mengingat kalau Dimas sempat bilang kalau dia ingin sekali punya bola basket. Aku pun berinisiatif untuk mengadonya sebuah bola basket. Satu hari sebelum hari ulang tahunnya, tidak lupa Dimas mengundangku di acara ulang tahunnya. Malam itu aku membeli kado ulang tahun Dimas, tak lupa kubungkus dengan indah dan rapi.
Keesokan harinya kebetulan hari Minggu. Dimas mengadakan acara ulang tahun kecil kecilan di rumahnya. Kebetulan rumah kami saling berhadapan, jadi tidak memerlukan banyak waktu untuk aku sampai ke rumahnya tepat waktu. Beberapa saat, acara pun dimulai orangtua Dimas mulai memberikan kue ulang tahun dan beberapa kado untuk Dimas, setelah peniupan lilin dan pengucapar harapan, acara terakhir pun dimulai, yaitu pemberian hadiah atau kado. Dengan senang hati dan penuh senyuman ceria aku memberikan kado untuk Dimas. Dia pun juga menerimanya dengan senang. Keesokan harinya setelah hari ulang tahunya, sepulang sekolah ia mengajakku untuk bermain basket di samping rumahnya, aku merasa senang karena dia suka dengan kado yang kuberikan padanya, Dimas juga mengucapkan banyak terimakasih atas kado yang kuberikan padanya.
Kebetulan Dimas sudah pintar bermain basket, aku pun merasa minder karena aku belum bisa bermain basket. Dimas pun mengajariku bermain bola basket, entah kenapa hatiku merasa senang sekali, saat diajarinya. Kini setiap sore aku belajar bermain basket kepada Dimas. Aku tau, sebentar lagi adalah tahun baru 2011. Aku, adikku, dan Dimas membeli petasan sebanyak banyaknya. Meskipun kami tau kalau petasan sebenarnya sudah dilarang oleh pemerintah, tapi tak apalah, itu juga hanya setahun sekali aku membeli petasan sebanyak itu. Tahun baru pun tiba, seperti biasa setiap tahun baru aku dan Dimas selalu insomnia, sebenarnya waktu itu adikku selalu ikut untuk merayakan tahun baru, tapi dia selalu ketiduran 3 jam sebelum pukul 00:00, aku pun memaklumi karena dia juga masih kecil. Akhirnya hanya Dimas, aku dan beberapa teman lainnya yang merayakan malam tahun baru.
Saat menunggu tengah malam kami pun membakar jagung dan bermain gitar agar tidak terlalu bosan menunggu pergantian malam. Setelah satu tahun berlalu kini aku pun menginjak kelas 4 SD. Aku merasa bahwa sedikit demi sedikit aku mulai dewasa. Besok adalah hari Minggu, seperti biasa setiap hari itu aku selalu melewatinya bersama Dimas. Jam 6 pagi aku sudah bangun, karena aku bersiap untuk berenang bersama Dimas. Kami mengajak adikku. Kami berangkat dengan sepeda, karena kolam renang tujuan kita dekat sekali dengan rumah. Seusai berenang kami sarapan di kantin kolam renang, dengan menu yang sama yaitu 3 mie goreng tidak pedas dengan telur dan sayur.
Setelah sarapan kami pun pulang. Sesampai di rumah ada berita buruk bagiku. Orang tua Dimas berkata kepada orangtuaku bahwa mereka akan pindah ke kota lain. Sedih sekali mendengar hal itu, aku tak bisa berkata sepatah kata pun, aku hanya bisa menangis. Dimas pun berusaha mengusap air mataku. Dan keesokan harinya adalah hari terakhir Dimas berada di Tulungagung, ia juga memberikan kenangan terakhir untukku. Aku tidak menyangka, Dimas begitu cepat meninggalkanku. Kini setiap hari Minggu aku tak lagi bersamanya, setiap malam tahun baru aku tak lagi merayakan bersamanya, aku rasa semua terasa sunyi kalau tak ada dia, mungkin kemarin adalah kado terakhirku untuk Dimas. Aku tidak akan pernah melupakan semua yang sudah aku lalui bersamanya.

TEMAN TERDEKAT MENJADI CINTA

“Besok jalan gak?” suara Yuda mengagetkan tiba-tiba “besok… hmm nggak dulu deh aku lagi capek, maaf ya Yud” suara ku memelas. “ohh ya udah gak papa, kamu istirahat aja” dia tersenyum kepadaku lewat kaca spion. Rintik hujan makin deras, motor mulai melaju dengan kecepatan tinggi. Di musim hujan seperti ini sudah pasti hujan sering disertai angin kencang dan tidak jarang akhirnya akan menimbulkan kabut yang akan membuat kabur penglihatan. “Puss.. kita neduh dulu yah, hujan nya makin deras”. Aku belum sempat menjawab dia sudah memakirkan motornya di sebuah kedai nasi goreng. Ya, tak apa lagipula memang aku ingin berteduh. “Puss makan yuk aku tau kamu belum makan” Yuda menarik tangan ku agar ikut masuk ke kedai nasi goreng tersebut. Aku hanya tersenyum dan mengangguk pelan.
“mba nasi goreng special 2 ya yang satu pake suwiran ayam yang satu pake campuran sayuran ya mba” Yuda memesan ke pelayan tanpa menghampiri pelayan tersebut. Untuk menu nasi goreng dia tidak perlu bertanya lagi kepada ku, dia sudah tau menu nasi goreng kesukaan ku, nasi goreng campur “sayur”. “benerkan kamu mau pake sayuran?” Yuda merasa khawatir dia takut kalau nanti salah dan akhirnya aku ngambek. “hehe iya bener” aku menjawab dengan tertawa kecil. “oia gimana tadi kerjaan kamu puss kamu betah di kantor kamu yang baru?” “iya betah kok karyawannya baik-baik semua kerjaannya juga mudah”. “bagus kalo begitu”
Malam sudah mulai larut sudah tidak terdengar suara para ibu-ibu yang sedang menggosip entah gosip tentang apa yang mereka sering bicarakan. Hanya suara jangkrik yang ku dengar kini. Aku tinggal seorang diri di sebuah kost kecil tapi kost-kostan ini resik dan juga dengan harga sewanya yang murah, dengan tetangga kost yang ramah. Inilah sebabnya aku betah tinggal disini. Kurebahkan badanku di atas kasur empuk kupeluk pinky boneka beruang dari Yuda. Yuda… dia adalah kakak kelas ku sewaktu di SMK dulu sekaligus mantan kekasih. Aku bertemu dengannya pada saat aku kelas X dan Yuda kelas XII, aku masuk ekskul rohis dan dialah kakak mentor atau pembimbing ku. Jujur dari awal saat ia menerangkan tentang rohis aku sudah tertarik dengannya dari gaya bicaranya yang bijak, tingkah lakunya yang kalem membuatnya kelihatan berwibawa. Singkat cerita kami mulai dekat dan pada suatu malam lewat sms dia menyatakan perasaannya pada ku tapi aku masih belum bisa untuk menjawab karena ini pertama kalinya seorang laki-laki menyatakan persaannya pada ku dan akhirnya pada tanggal 8 November aku menerimanya sebagai kekasih.
Namun hubungan tersebut tidak berlangsung lama hanya sekitar 3 bulan aku putus dengan Yuda. Aku belum mengenal sepenuhnya tentang dia dari wataknya yang sangat protektif, ia suka mengekangku untuk kumpul bersama teman-teman. Padahal hanya kumpul biasa tidak ada yang negatif. Teman-temanku orang baik semua, kekurangannya dari nilai pelajaran, dan dari latarbelakang keluarganya yang keras. Terlebih lagi nilai-nilaiku yang anjlok dan peringkat ku turun, banyak guru-guruku yang membicarakannya, hal tersebut tentu membuat ku tidak nyaman. Karena itulah akhirnya aku putus. Tetapi ia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa aku ingin putus ia masih ingin tetap terus mempertahankan hubungan kami sampai akhirnya aku harus menangis agar ia mau memenuhi keinginanku dan akhirnya ia merelakan ku.
Semenjak putus tetap saja ia mendekatiku terus berharap kami akan kembali menjadi sepasang kekasih. Ia berjanji akan merubah dirinya menjadi lebih baik dan akan terus menungguku samapai aku bisa menerimanya dan entah bagaimana alurnya tiba-tiba kami dekat lagi suka jalan bareng seperti orang pacaran hanya saja tidak ada status. Aku merasa sudah ada perubahan yang baik darinya tetapi tetap saja aku masih belum bisa menerimanya kembali. Aku takut jika kami kembali bersama, ia akan mengulang kembali sifat lamanya, meski begitu aku juga tidak bisa melupakannya, sangat sulit bagiku dia adalah orang pertama yang memberiku rasa nyaman disaat aku sedang sedih dan dia pulalah orang yang selalu membantuku disaat sulit. Terlebih lagi dia sangat mencintaiku, aku yakin itu.
Sinar matahari masuk menembus jendela menyilaukan sudut kamar, suara orang menyapu lidi, tukang sayur keliling, tukang roti, membuat ku terbangun dari lelapnya tidur. Ku lihat jam di atas meja kecil di samping ranjang. Pukul 06.00 pagi. Untung sekarang sedang libur, bangun jam segini saat hari kerja sudah pasti terlambat, mengingat tempat kerjaku yang cukup jauh ditambah lagi jalurnya yang sering kena macet. Aku beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi, menggosok gigi dan cuci muka. Setelah itu menonton tv sambil menghabiskan sarapan.
Kring… kring, nada panggilan handphoneku berdering. Siapa pagi-pagi begini menelpon mungkin Yuda pikirku. Ternyata yang menelfon Ririn teman akrabku sewaktu di SMK dulu. “iya hallo rin” sapaku “hallo Puspita apa kabar? kau sedang tidak lembur kan?”, “aku baik, aku tidak lembur, ada apa?”, “baguslah kalau begitu, aku ditugaskan dari kantor untuk membeli perlengkapan bayi, teman kerjaku ada yang melahirkan. Kau mau tidak menemaniku?” suara Ririn terdengar memohon. “baiklah kalau begitu sekalian cuci mata liat fashion, kaya waktu SMK dulu. Hehehe”. “hahaha iya oke-oke, tapi aku tidak sendiri, aku bersama rekan kerjaku juga untuk membantu membeli semua yang dibutuhkan. Maklum aku sering lupa. Heheheh” suara Ririn terdengar malu-malu
Hari sudah sangat terik, di sebuah cafĂ© di dalam mall aku menunggu Ririn. Sekitar 15 menit sudah berlalu Ririn tak juga datang di telpon tak diangkat di sms pun tidak balas. Chocolate yang kupesan pun sudah habis ku minum. “Puspita.. aduh maaf ya telat tadi duit buat belanja ketinggalan jadi tadi balik lagi, maaf ya” suara Ririn terdengar ngosngosan. “iya gak papa” jawab ku singkat. “oya puspita kenalkan ini Fariz, Fariz kenalkan ini Puspita” Ririn memperkenalkan kami berdua, seperti biasa dia tampak ceria. Sebelum belanja, kami banyak saling bertukar bercerita. Fariz tidak seperti kebanyakan orang yang jika baru pertama kali bertemu akan diam, ia sangat komunikatif dan supel. Banyak hal yang menarik perhatianku dari laki-laki ini, ia sangat sopan, berpendidikan, pandai, dan kurasa dia sudah sangat mapan, ditambah lagi dari fisiknya sangat memenuhi kriteria ku.
Hari ini sangat melelahkan, tak kusangka Ririn membeli begitu banyak perlengkapan bayi sampai tiga kantung plastik besar. Sampai di rumah pun sudah magrib. Aku langsung makan mie instan dan mandi dengan air hangat. Lelah masih terasa aku langsung rebahan dan memeluk pinky. Kipas angin yang menyala membuatku sangat mengantuk ditambah lagi suasana sangat hening, mungkin karena tadi hujan membuat orang-orang enggan untuk berkumpul dan saling bersuka ria seperti biasanya. Sudah sayup-sayup mataku ingin tertidur pulas, kudengar suara handphoneku berdering tanda ada yang menelpon tapi makin lama suara itu makin jauh.. jauh.. dan akhirnya tidak terdengar lagi, semua gelap.
Oya semalam sepertinya ada yang menelfon, siapa ya kira-kira. Aku lihat nanti saja kalau sudah sampai di kantor, sangat beresiko menggenggam handphone didalam mini bus yang penuh sesak ini, mengingat banyak tindakan kriminalitas. Tas yang kubawa ku pegang dengan erat dan kukedepankan. “Kiri bang,” kata ku sambil mengetuk-ngetuk langit-langit minibus. Citttt.. minibus berhenti segera.
Di handphone ada catatan 4 panggilan tidak terjawab. Dan ternyata yang menelpon ku adalah Fariz. Ada apa dia menelpon ku? Apakah terjadi sesuatu yang buruk dengan Ririn. Kemarin Ririn pulang bareng dengan Fariz. Rasa cemas terhadap sahabatku ini mulai melanda. Aku langsung menelpon Ririn berharap dia segera menjawab telepon dari ku. Begitu ditelpon hanya ada suara “maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif”. Ya ampun apa dia baik-baik saja. Ku telpon terus Ririn sampai 5 kali panggilan. Tak juga aktif nomornya. mungkin sebaiknya aku menelpon Fariz, pikirku. “Tut.. tut.. tut” syukurlah nyambung. “hallo” terdengar jelas suara laki-laki yang sangat kukenal “hallo, riz semalam nelpon ada apa ya? maaf riz aku sudah tidur saat kau menelpon”. “ohh nggak apa-apa Cuma mau telpon aja. Puspita gimana kabarnya baik?”. “iya baik. Riz, semalam si Ririn diantar sampai rumahnya, ngga?”. “Aku barusan menelpon tidak dijawab” Tanya ku cemas. “iya semalam diantar sampai rumahnya, ohh si Ririn sekarang lagi ke acara workshop. Dia baik-baik saja” perkataan Fariz membuatku benar-benar lega. Kurasa dia tau aku sedang cemas. “syukurlah kalau begitu. Kukira ada kejadian buruk sampai kau menelpon 4 kali semalam”. “maaf ya puspita jadi khawatir karena Fariz”. “iya tidak apa-apa, oya masih ada kerjaan di kantor. Puspita tutup ya ris.”. Belum sempat Fariz menjawab aku sudah duluan menutup teleponnya. Aku masih banyak kerjaan yang belum selesai dan harus dikumpulkan hari ini juga.
Suatu malam saat aku pulang kerja Fariz menelpon ku kembali. Kali ini aku mengangkat teleponnya. “hallo” jawabku “hallo Puspita. Apa kabar?”. “baik, kenapa riz?”. “nggak apa-apa Cuma mau telepon aja, liburan mau kemana?”. Dari nada suara Fariz aku bisa perkirakan dia agak malu-malu. Mungkin dia bingung apa yang harus dia katakan untuk membuka permbicaraan. “kurang tau sih. Belum ada rencana” jawabku datar.” “Puspita suka nonton bioskop?”. “suka” jawabku singkat. “mau tidak nonton sama Fariz kebetulan Fariz punya 2 tiket nonton, hadiah dari kupon majalah. heheh”. “nonton apa?”. “kartun kungfu panda terbaru, itu kartun favoritmu kan?”. Ya ampun aku terhenyak mendengarnya baru kenal pun dia sudah tau film apa yang kugemari, berbeda dengan Yuda yang tidak pernah mengajak nonton dan apalagi dia tidak begitu tau apa yang ku sukai, kalaupun aku bilang dia pasti lupa. Mumpung ada yang ajak, aku mau! Lumayan gratis pikirku. “Puspita?” suara fariz membangunku dari lamunan “oh iya mau riz. Siapa aja yang mau nonton?”. “kita berdua, tapi kalo Puspita mau ajak siapa gak apa-apa”. Hah hanya berdua? Sebagai wanita aku merasa ada feeling yang janggal. Apa dia suka…? Ah ngga palingan dia bingung mau ajak siapa yang suka nonton kartun. Makanya dia ajak aku. Mungkin dia tau aku suka kungfu panda karena dari gantungan handphoneku yang berupa boneka poo, si peran utama kungfu panda.
Semakin lama aku semakin dekat dengan Fariz, tapi kedekatan itu hanya sekedar lewat dari handphone. Kami jarang bertemu dan jalan. Walaupun jauh aku merasa sangat dekat hampir tiap hari yang ada pikiranku adalah Fariz bahkan angan-anganku tentang Fariz mengalahkan anganku mengenai Yuda. Yuda… aku jarang bertemu dengannya akhir-akhir ini dia kerja senin sampai jumat, kalau libur dia punya kegiatan sendiri, entah dia menjadi mentor, lembur, ataupun kulian menyelesaikan S1. Kalaupun dia mengirim sms aku sering bosan paling tidak dia hanya bertanya sedang apa. Dia sangat kaku, jarang terlontar darinya perkataan yang romantis. Berbeda dengan Fariz yang setiap perbincangannya selalu Saja ada topik yang menarik aku tidak pernah bosan bila saling chating, sms-an ataupun yang lain. Bahkan aku selalu menunggu sms dari nya. Jujur Fariz adalah pria idamanku!!!
Sudah sekian lama aku tidak jalan dengan Yuda. Harus selalu aku yang minta. Aku melamun menerawang ke arah langit-langit kamar. Aku berfikir dalam setiap apapun yang ku mau kenapa harus selalu aku yang bilang, Kau selalu bilang mencintaiku, menungguku, tapi kenapa kau tidak pernah peka? Apa kau telah jatuh hati teradap wanita lain?. Apakah kau tidak ingat kita sering bertengkar karena aku sering menyakan hal ini padamu? Apakah aku harus menagis terlebih dahulu agar kau peka dan bisa menjadi laki-laki yang membuatku benar-benar merasa menjadi seorang kekasih? aku sering menangis karena hal ini Yud, aku ingin kau peka!! kau tau itu!! “dertttt derttt” tanda pesan sms masuk, pasti Fariz. Setelah pesan ku buka ternyata Yuda seperti biasa hanya berisi pesan “puss, sedang apa?” ahh selalu saja seperti ini. Tak kubalas smsnya Yuda. Beberapa menit kemudian pesan baru masuk hingga lebih dari 5 pesan, tapi sayang, isi pesannya sama semua. Dan akhirnya Yuda menelpon. Aku malas menjawab teleponnya, hanya karena suara getarnya yang nyaring akhirnya mau tak mau aku angkat juga. “hallo puss, lagi apa? Kok dari tadi gak di balas smsnya, teleponnya juga tadi lama dijawabnya?”. “gak papa” jawabku singkat. “oh, kamu lagi apa?”. “ya ampun yuda, kamu tuh bisa gak sih nanya selain lagi apa? aku bosan kamu selalu nanya itu, aku bosan dengan semua sikap kamu yang gak peka!!! Aku capek yud!!” Aku jawab pertanyaan yuda dengan nada tinggi dan rasa kesal yang tak bisa lagi kutahan. “aku gak peka dari mananya puss, ayo coba kamu bilang” kudengar suara yuda seperti menenangkanku. “ya banyak yud, aku kan udah sering bilang”. “iya sayang iya, kamu mau jalan?” suara yuda terdengar cemas, kurasa dia cemas kalo aku akan lama ngambek. “harus selalu ngambek duluan, baru peka!!!”. “puss, aku emang lagi nggak ada waktu akhir-akhir ini banyak acara, bukan karena gak mau ketemu”. “kalaupun ada waktu tetap aja gak peka. Udah yud, aku cape!!” “puss ntar dulu kamu..” sebelum yuda selesai bicara aku langsung menutup teleponnya dan mematikan handphone.
Semenjak kejadian itu aku tidak pernah membalas sms Yuda, tidak pernah mengangkat telepon, membalas pesan Yuda di facebook maupun twiter bahkan sampai Yuda datang ke kost ku aku tidak pernah keluar menemuinya. Perjuangan yuda tidak sampai disitu dia sampai datang ke rumah orangtuaku menanyakanku, datang ke kantor ku pada saat jam pulang, sampai mengontak orang-orang terdekatku. Aku benar-benar sudah tidak ingin lagi melihatnya. Sampai akhirnya dia mengirim sebuah pesan “puss aku nggak apa-apa kalau kamu marah sama aku sampai kaya gini. Baiklah, mungkin ini waktunya aku menyerah dan merelakan kamu untuk bersama yang lain. Aku sudah tau mengenai Fariz, mungkin dia lebih pantas buat puss. Semoga kamu bahagia sama Fariz”. Setelah pesan itu, tidak lagi kutemukan pesan darinya ataupun perjuangannya agar ia bisa bertemu denganku. Aku merasa biasa-biasa saja tidak ada yang kusesali. Aku tidak tau darimana Yuda tau soal Fariz. Aku tak peduli!!
Tak lama Yuda pergi, aku mengharapkan Fariz datang dan menyatakan persaannya padaku. Ya dia pernah bilang akan menungguku disaat aku benar-benar lepas dari Yuda. Sayang, disaat aku mengharapkannya, dia telah pergi meninggalkanku tak ada kabar lagi tentang dia. Bahkan Ririn bilang bahwa Yuda telah bertunangan dengan orang asing dari Inggris ketika dia mendapat hadiah undian. Ririn tak mengetahui kedekatanku dengan Fariz dan memang salahku tak menanyakan Ririn mengenai Fariz. Dari Ririn aku tau, Yuda orang yang play boy. Aku kaget setengah mati setelah mendengar kata-kata Ririn mengenai Fariz. Aku berharap ini adalah mimpi buruk, tapi ini kenyataan sungguh nyata.
Kali ini langit begitu kelam, tak ada sinar matahari yang berbinar terang. Tak ada warna jingga di sore ini seperti biasanya hanya ada warna abu-abu kehitaman yang kulihat dan beberapa titik air yang jatuh membasahi segala nya, titik kecil air itu makin deras deras dan deras. aku hanya duduk bersandar di sebuah halte dekat kantor menunggu sebuah bus yang akan mengantarku pulang, aku termenung dalam lamunan angan-angan menerawang jauh entah kemana, dulu saat pulang kerja di depan gerbang kantor aku selalu melihat sebuah motor bergigi warna merah metallic dan seorang pria di atas nya dengan tubuh besar dan kekar, yuda. Saat ini aku tidak pernah melihat lagi pria itu lagi tak ada lagi sms yang menanyakan apakah aku sudah pulang kerja, dan tak ada lagi sms yang menyakan aku sedang apa yang dulu sangat aku benci. Kini aku merindukan hal tersebut, tak hanya tu aku merindukan semua tentang yuda. Tuhan, aku merindukan dia. Aku mencintai dia, Andai saja engkau memberiku kesempatan agar kembali bersamanya tak akan kusiasiakan dia. Berikanlah aku kesempatan terakhir Tuhan. aku ingin bersamanya sampai akhir nanti. Tak terasa air mataku membasahi kedua pipi cabiku tenggelam dalam lamunan ini.
Dari kejauhan terdengar suara motor yang sangat kukenal tapi suara itu samar-samar terbawa angin dan derasnya hujan makin lama makin mendekat ke arah ku. Dan akhirnya suara itu berhenti dekatku. aku berharap itu adalah yuda. Aku membuka mata setelah lama menganis ku tatap pria yang turun dari motor berwarna merah metallic, tapi aku tidak melihat dengan jelas air mata yamg masih menggenang di bola mata membuat samar apa yang ingin ku lihat. Elusan tangan di kepalaku begitu terasa elusan lembut itu aku sangat kenal dengan elusan itu. elusan yang aku dapati setiap aku ulang tahun. Aku mengusap air mata yang menggenang di kmataku mengusap dengan menekan kuat agar tak ada lagi air mata yang mengganggu. Dan ternyata pria itu memang yuda aku menatapnya lekat-lekat begitu pula dengannya, dia tersenyum dengan senyum khas selalu membuat ku tersipu. “puss, aku terus berusaha untuk berubah agar menjadi laki-laki yang kamu mau. Aku janji. Maaf kan aku ya, aku mencintaimu sampai kapanpun. Apakah kau mau menerima ku kembali? tapi jika masih belum bisa. Aku tidak akan lelah untuk menunggumu menerimaku kembali.”
Aku masih belum bisa untuk berkata-kata napasku masih tersenggal karena tangisan tadi aku hanya menggangguk menjawab pertanyaan yuda sambil tersenyum dan bersandar di pundak kirinya yang lebar.
Oh tuhan terimakasih Engkau telah mengembalikan Yuda kepada ku dan mengambulkan doaku. Dari-Mu aku mendapat sebuah pelajaran penting. Tiap orang mempunyai cara untuk mencintai pasangannya dengan cara nya sendiri bahkan berbeda dari yang orang lain lakukan kalaupun mengingkan hal yang lebih bersabarlah, kalaupun sangat susah teruslah membimbingnya agar berubah jangan mendesaknya dan terimalah dia apa adanya jika dia sungguh-sungguh mencintaimu. Seseorang yang benar-benar mencintaimu akan terus berusaha membuatmu nyaman berada di dekatnya. Jangan pernah menyia-nyiakan orang yang sayang padamu. Kesempatan terakhir tidak akan selalu ada…

CINTA TAK SAMPAI

“Woy! Lagi ngapain lo?” aku terkejut dengan kedatangan Sari di belakang dengan mengagetkanku. Aku sontak langsung teriak, karena hal itu sudah terbiasa jika ada suara yang sedikit keras aku dengar. Sari kepo ingin tahu apa yang sedang aku lakukan di sebelah tembok lapangan basket. “Duh, ngagetin aja sih lo” jawab ku sambil menghempaskan tangan yang ada di bahu ku.
Namaku Putri Sekar Harum Ardianto. Teman teman sering memanggil ku Putri. Aku tinggal di Semarang Kendal Weleri Jawa Tengah Indonesia. Aku bersekolah di SMAN 1 WELERI, itu mungkin sekolah terbaik di kota ku.

luka lama terbuka kembali

Aku lelah, aku lemah, aku tak sanggup bertahan bagiku ia adalah masa lalu yang harus dilupakan. Aku gak sadar waktu menunjukan pukul 01:00 mataku terjaga semalaman itu karena aku memikirkan sesuatu, sesuatu yang tak layak untuk difikirkan sesuatu yang harus segera dihapus dan dilupakan. aku gak mau berlarut memikirkan ini bahkan sampai tidak tertidur. raya adalah masa laluku yang kelam dia adalah cinta pertamaku semasa sma.
Aku dan dia putus sejak 1 tahun yang lalu sewaktu perpisahan di sma. sejak itu aku gak pernah melihat dia lagi. satu minggu lagi akan ada reuni di sma, aku teringat akan masa masa indah bersamanya yang terukir jelas di kota kecil ini Banjarmasin.
Aku ingat dikala kami tersipu malu ketika kami ketahuan berduaan di kelas aku ingat betul akan wajah kagetnya saat itu, dan sewaktu ketika duduk di taman kota menikmati indahnya sore Banjarmasin, dan aku ingat waktu itu tergambar jelas di wajahnya perasaan akan selalu bersama dan perasaan akan saling menjaga perasaan masing-masing, dan perasaan ingin bersama menikmati sisa hidup kami yang singkat ini.
Hari sabtu 11 january 2014 itulah saat di mana reuni sma yang ke 23 dimulai aku bergegas menuju motor ku. fikiranku sibuk menerka nerka apa yang akan terjadi nanti ketika aku bertemu dangan nya, sepanjang jalan menuju sma aku terus memikirkan raya, apakah dia masih ingat denganku atau tidak.
Setibanya aku langsung masuk ke aula tempat digelarnya reuni,
“hey… rian…” seseorang laki menepuk pundakku, aku berbalik badan aku kaget ternyata dia yoga teman karib ku “hey ga… gimana kabar…?” kami bercengkrama kira kira lebih dari 30 menit tak sadar aku teucap menanyakan kabar raya ke yoga, katanya raya sudah punya pacar.
Karena perutku mulai lapar maklum buru buru gak sarapan pagi. aku membalikkan badan aku kaget dia berada di belakangku, “hey… kak rian..” sapanya dengan seyum yang menurut aku senyum yang beda dari kebanyakan wanita, menurut ku dia banyak berubah dia agak kurusan, dan makin cantik tentunya
“kamu gak berubah ya kak tetep aja sukanya ngegombalin cewek…”
“ku dengar kamu sudah punya pacar ya?”
“ia kak.. kakak sudah ketemu kok…”
“siapa…?”
Aku agak sedikt kaget dengan kenyataan ini sendiri raya pacaran sama sahabat karibku sendiri. jujur di sana masih ada rasa cemburu, aku benar benar tidak tahan dengan rasa cemburu ini tak ku sangka sahabat karibku mencintai raya dan itu bermula sejak kami pacaran aku benar tak kuat menahan rasa ini rasa akan kesakitan yang teramat dalam.
Jam menunjukan pukul 13:00 aku segera bergegas ke motorku tanpa pamit pada raya dan yoga itu karena aku harus bergegas meneken kontrak pada suatu penerbit buku, saat itu aku sadar bahwa cinta pertama kita itu gak pernah kemana mana dia selalu stay on di hati kamu, tidak ada kebahagiaan lagi di hatiku kini luka lama terbuka kembali