Tugasku Mencintaimu umi

Image
Bukan tugasku untuk mencuci otak ini agar kamu hilang dari memoriku… Bertahun tahun aku sudah berusaha namun nol besar. Aku selalu berusaha dan berdoa agar kamu segera berlalu dariku… tapi semakin aku keras berusaha, kamu semakin ada… Dalam hati aku berkata; apakah sebenarnya aku tidak ingin cintaku usai daripadamu?
Kamu pasti tau, hati ini selalu membuncah jika mendengar namamu… meskipun kamu datang dan menghilang… Sesuka hati kamu datang sesuka hati pula kamu pergi. Hatiku seperti terbakar hangat sewaktu melihat jauh ke dalam matamu, mendengar kamu berbisik, namun sekonyong-konyong tecebur ke dalam kolam es yang dingin begitu kamu pergi; membuat retak jantungku dan kemudian amblas.. lebur bersama isak tangis di malam buta.
Ada yang datang setelahmu, banyak suka dan cinta. Aku juga mengalami patah hati selain denganmu, namun patah hati denganmu adalah yang paling sakit dan paling sering… Sumpah aku ingin meneriakimu dengan kata-kata yang keras… tapi selalu kalah oleh air mata yang lebih dahulu jatuh.
Cerita patah hati denganmu tidak pernah habis, dan selalu aku yang sakit.
Kamu itu seperti candu, dan aku selalu mencarimu meskipun selalu berakhir dengan tragis dan berujung pada kematian hati; hatiku sudah mati untuk orang lain, tak tau mana cinta mana obsesi.
Rabun, aku tidak bisa melihat cacatmu yang dengan mudah dikenali oleh orang lain. Aku hanya bisa melihatmu seperti baju kesayanganku.. ingin terus kupakai dan selalu indah dimataku, tak peduli orang lain bosan melihatnya. Aku melihatmu begitu sempurna bak kijang kencana jelmaan rahwana.
Ceritamu kau tak bahagia dan kembali datang… terbersit ketakutan akan rasa sakit yang nanti menghadang, Ah… aku tak peduli itu… yang aku tau sekarang kamu ada! Perkara nanti aku akan tersakiti lagi itu urusan nanti… yang penting sekarang kamu muncul lagi, memuaskan segala buncah hati untuk berkisah denganmu… walaupun itu semu dan sesaat saja tapi paling tidak aku masih bisa merasakan kegalauan, persis seperti sepuluh tahun lalu saat pertama kali bertemu denganmu. Menerka-nerka… meraba-raba.. apakah kali ini kau akan menjatuhkan pilihan padaku… memberatkan timbangan hatimu untuk lebih condong padaku… aku kasmaran.
Aku ingin memelukmu… lagi, seperti dulu… tapi tak kuasa, nuraniku melarangnya. Cincin yang kamu pakai itu yang membuatku tertunduk… hormat… bukan padamu tapi pada komitmen kalian. Yang aku bisa lakukan hanyalah memejamkan mata… lalu memelukku dalam khayalku… itu sudah cukup buatku.