ibu pernah berkata padaku,”nduk…nanti kalau kamu
uda gede, dan ketika kamu mau berumah tangga, pilihlah orang yang lebih
bisa mencintai kamu dan keluargamu, jangan yang Cuma kamu cintai.” J
Aku hanya tersenyum tanpa menangkis lagi dengan
kata* apapun. Karena itu memang benar. Tapi bagiku, pengalaman
sederhana tentang makna mencintai itulah yang sangat membanggakan. Ha,
bukan karena piala maupun medali suci dengan tulisan “ Manusia terhebat”
ataupun kata* lain yang sama artinya memuji kita lah, tapi lebih dari
itu. ada sebuah rasa yang sangat ISTIMEWA…! karena dari situlahh kita
dapat memaknai seberapa besar hidup kita. Dari mencinta, semuanya terasa
mudah di hadapan kita. Halangan yang begitu nyata membentang, dalam
waktu singkat mampu menjadi santapan lezat bagi empunya. Beban hidup
yang berat mampu dipikul dan dengan senyum tulus mampu terarah dan
terselesaikan dengan baik. Dari jarak yang beribu* kilometer, bahkan
dari bumi ke planet lainpun, jarak terasa dekat. Dengan mencinta, mampu
merubah pesimis menjadi optimis. Yang miskin menjadi merasa sangat kaya
dan bahagia. Yang bodoh selalu belajar dan berusaha cerdas menghaadapi
segala sesuatu untuk orang yang dicintainya. Dan bahkan….mampu membuat
orang terjahatpun menangis tersedu karena tak ingin kehilangan orang
yang sangat dicintainya.
Terkadang, aku sendiri masih
bingung. Lantas, apa tugas manusia yang dicintai? Mengapa sebagian besar
orang beranggapan lebih baik bersama orang yang mencintai kita,
daripada kita yang harus mencintai???bukankah sebenarnya tak ada istilah
yang mencintai dan yang dicintai???bukankah keduanya sama* membutuhkan
cinta? Jika hanya si pecinta selalu memberi cinta, seberapa lama kah
keduanya bertahan dalam keterpaksaan itu????
Bagiku, tak masalah jika orang memiliki pandangan yang berbeda
untuk hal ini. Karena urusan hati, tak bisa dipaksakan dan tak bisa
diperdebatkan. Karena jangan lupa,masih ada EGOIS dibalik makna sebuah
cinta. Persepsi dan intuisi atas label’ mencinta dan dicinta’ itulah
yang seharusnya tak ada. Manusia memanglah sangat membingungkan, baik
lelaki maupun perempuan. Tak ada fakta di mataku dimana perempuan selalu
lebih asumtif dengan perasaan dibandingkan logikanya. Jikalau pun pria
tak menggunakan perasaannya, untuk apa dia melakukan banyak pengorbanan
untuk wanitanya??? Apa ini karena otak dan logikanya yang bekerja? Atau
adanya aturan dan penemuan ahli untuk wajib berkorban untuk wanita
maupun sesamanya? Apa ada aturan negara yang mengattur seperti itu??
potensi LELAKI maupun PEREMPUAN untuk menggunakan akal dan perasaannya
adalah SAMA. Tuhan memberikan ukuran dan porsi, maupun mesin yang sama
pada manusia, baik lelaki maupun perempuan. Satu hal yang aku simpulkan,
Segalanya akan dilakukan oleh dan untuk cinta. :)