coloteh kristina

“Aku hamil…”. Wulan mengatakan itu di depan bapaknya yang lagi asyik menonton berita di TV. Dia lalu duduk juga di sofa dekat bapaknya, seraya menyulut sebatang rok*k, melempar tasnya di lantai merebahkan badannya dan meluruskan kakinya diletakkannya di meja.
Bapaknya nggak begitu peduli dengan perilaku dan apa pun yang dikatakan anaknya itu. Dia hanya tersenyum kecil, seraya berkata, “Terserah…”.
Wulan menatap wajah bapaknya, meski bapaknya lagi-lagi tak begitu menggubrisnya.

“Kristina mana…?”
“Sudah tidur, di kamarnya…” jawab bapaknya singkat.
“jangan kasih tau Kristin kalo aku hamil, masih terlalu dini untuknya tentang kehadiran adiknya…” wulan mencoba mengajak kembali mengobrol, karena sudah tiga hari dia tidak pulang…

“Gimana sekolah pertama kristina…?”
Bapaknya hanya menghela nafas sekali, namun agak panjang ia menghembuskannya, “Tumben kamu peduli sama anakmu, sejak kapan kamu merhatiin sekolah anakmu…?”
“lho kok bapak bilang gitu… memangnya semenjak saya cerai sama Santoso, siapa yang mbiayai bapak sama kristin…?”
Sang bapak kemudian beranjak dari sofa. Sudah bosan dia selalu berdebat dengan anaknya itu. Hanya sedikit kata penutup dari perbincangan di malam itu yang justru membuat Wulan bingung dan jengkel, “Kristin tadi dijemput bapaknya, diantar ke sekolah… mungkin besok dijemput lagi…” lalu dia masuk ke kamarnya.


Pagi itu, Santosa kembali menjemput Kristina, “Pagi Kristina…? gimana masih takut ke sekolah…?”Keesokan paginya rutinitas seorang kakek berulang. Membangunkan Kristin, memandikan, menyiapkan baju, dan menyiapkan sarapan; roti selai, segelas susu, atau nasi dengan telor ceplok, terkadang hanya sereal dicampur susu yang ada di kulkas. Sedangkan ibunya entah ke mana. Malam tadi pergi lagi, atau pagi buta sudah menghilang, kadang beberapa hari tak pulang, kadang pulang diantar laki-laki, kadang kedua-duanya mabuk, tidur semalaman, besoknya kadang ganti lagi laki-lakinya.

Kristina mengangguk, meski papanya itu terus membujuknya. Ketika terus dibujuk lama-kelamaan dia beranjak menuju mobil, setelah dijanjikan diajak ke aman bermain di mall sepulang sekolah.
Kakek Kristina tersenyum dan mendekat ke mantan menantunya itu, tanpa menatapnya, sambil melambaikan tangan ke arah Kristina dan berdiri di samping menantunya itu, dia berbisik, “Wulan Hamil…”
Santosa juga tersenyum, namun tersenyum sinis, tanpa sekatah kata pun, dia beranjak menuju ke mobilnya. Di perjalanan menuju ke sekolah barunya, Kristin mengoceh yang sebenarnya Santoso pusing dan bingung menjawabnya…

“Papa, semalam aku takut tidur sendiri…” Santoso kembali tersenyum dan tidak menjawab curhatan anaknya itu…
“Aku pergi ke kamar mama… Kok papa nggak pulang… mama perutnya gede… kaya plembungan lho pa…”
Santoso mulai pusing, lirih dia mencoba menjelaskan sebisa dia…, “Kalau perut mama gede, mungkin mamamu hamil…”
“Kenapa harus hamil, Pa…?” Nah inilah yang pusing, anak kecil harus dijawab dengan jujur, tapi jujur yang bagaimana…? Santoso berusaha terus menjelaskan sebisa yang dia tahu.
“Jadi isinya adik ya, Pa…? kok adik bisa masuk ke perut mama, sih, Pa…?” Kristina terus tak berhenti mengoceh.
“kata mama, papa kerja. Kerja kok lamaaaa…” anak itu cemberut. Lalu dia senyum lagi, “Yaap… tapi kadang ada ‘Om’, kadang kristin tidur sama mama, sama om juga… omnya itu pinter cerita, lho, Pa…?” Santoso tambah pusing, seakan kepalanya ingin meledak dan keluar semua amarahnya. Namun apa daya, namanya juga anak-anak. Santosa tak berdaya, dia hanya bisa tersenyum kecut.

“Om pinter cerita apa..?” Santoso kembali menghibur anaknya yang kadang menatap jauh ke langit di luar jendela mobil…
“itu Pa… om pinter cerita Kancil mencuri timun, kadang juga cerita kuda…”
“Kamarin kristin belum sekolah om sering datang ke rumah… kalau om datang aku tidurnya sama om, sama mama, biar diceritain… oh ya… kemarin om cerita kuda… hea..hea… nanti di taman bermain Kristin naik kuda ya, Pa… Kaya mama…!!!!”
“lho… emangnya mama pernah naik kuda, sama Kristin, di Taman bermain…?”
“Bukan… mama kuda-kudaan sama om… kadang Kristin naik di pundak mama… enak lho pa…”

Beruntung saat itu sudah sampai di gerbang sekolah… jadi Santoso dapat mengakhiri celotehan Kristina yang membuatnya semakin panas kepalanya.
Di depan gerbang sekolah Wulan sudah berdiri menunggu mereka berdua dengan muka masam. Tanpa kata-kata Kristina ditarik tangannya diajak masuk mobil Mamanya. Belum selesai masuk semua, badannya Kristin kembali ditarik oleh Papanya agar dapat masuk sekolah…
Entah jadi apakah Kristin di keesokan harinya…